Langsung ke konten utama

Mengenal Candi Perwara Deret II Prambanan



Candi Perwara Deret II Nomor 35 kompleks Candi Prambanan telah selesai dipugar. Candi ini proses pemugarannya membutuhkan waktu 11 bulan dan telah diremikan Mendikbud Muhadjir Effendi, Kamis (14/12/2017

Candi Perwara ini merupakan satu dari 224 buah candi perwara yang ada di kompleks Candi Prambanan. Candi Perwara Deret II Nomor 35 terletak di gugusan sebelah utara halaman II kompleks candi yang juga dikenal dengan nama Candi Roro Jonggrang. Berdenah persegi, memiliki ukuran 6,9 x 6,9 meter, dengan tinggi 13,59 meter, dan memiliki satu bilik berukuran 2,05 x 2,01 meter.

Candi ini merupakan perwara keempat yang berhasil dipugar hingga sekarang. Dua buah perwara telah dipugar pada era Dinas Kepurbakalaan Hindia Belanda, yakni Deret II Nomor 1 sisi timur dan Deret I Nomor 39 sudut timur laut. Lalu satu perwara dipugar pada tahun 2015 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) DIY. 

Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Harry Widianto mengatakan, sebelum melakukan pemugaran, terlebih dulu dilakukan studi kelayakan pada 2015 untuk menentukan apakah Candi Perwara layak untuk dipugar.

"Hasil studi menyatakan persentase batu asli yang ditemukan sebesar 76 persen. Lalu dilanjutkan studi teknis tahun 2016 untuk mencari data arkeologis dan analisis pendukung," jelasnya. 

Pemugaran Candi Perwara Deret II Nomor 35 ini dilakukan dengan mengembalikan konstruksi asli seperti ketika dulu dibangun. Pada bagian pondasi, konstruksi dikembalikan sesuai teknologi asli yakni campuran tanah lempung dan boulder batu andesit yang kemudian disusun blok-blok batu putih pada bagian atas pondasi.

Secara keseluruhan, pemugaran Candi Perwara ini menghabiskan dana mencapai Rp 1,83 miliar. "Perkuatan tambahan pakai campuran pasir Merapi dan dipadatkan dengan alat stemper. Untuk konstruksi bangunan pada sambungan antar batuan ditambah perbuatan hak dan angkut serta perekat mortar hidrolik pada strukturnya," imbuhnya.(bpp/dtk)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelukis Affandi dan Keluarganya Tidak Asing dengan Prambanan

Google hari ini Senin (1/5/2017 mengenang salah satu Maestro seni lukis Indonesia,  Affandi  Koesoema.   Google doodle   tampil dengan gaya ekspresionisme khas Affandi, untuk merayakan hari lahirnya ke-110. Ini mengingatkan penulis pada kiprahnya melukis di Prambanan. Paling sering Affandi melukis di Pasar Sapi Prambanan (lama) yang letaknya antara dusun Koplak Kebondalem Kidul dan Kranggan Bokoharjo, Pasarnya sendiri masuk dusun Koplak. Kalau sudah siap dengan peralatannya, ia asyik melukis. Cotot sana- cotot sini (maksudnya di kanvas), lalu jari jemarinya meratakan cat yang ada di kanvas. Jadilah lukisan yang dimaksud. Abstrak, meski obyeknya hal yang nyata. Bisa sapi, bisa pedagang, bisa bakul, dan bisa juga dokar dengan kudanya.   Keahliannya melukis ternyata menurun pada putrinya Kartika Affandi. Gaya lukisannya hampir sama dengan bapaknya, tetapi lebih realistis ketimbang bapaknya. Ia juga mewarisi julukan Maestro. Tahun 2016 lalu Kartika melukis di seputaran Candi

Prambanan Jadi Saksi Sejarah Bertemunya Banser NU dan Kokam Muhammadiyah

Selama ini terkesan seperti perang dingin, antara Gerakan Pemuda Ansor dengan Pemuda Muhammadiyah. Untuk waktu yang relatif lama, tidak pernah terjadi bentrok fisik, perkelahian, dan sejenisnya antara kedua belah pihak walau mengalami perbedaan ideologis, paham, dan ajaran yang laten dan tajam. Dari urusan  ubudiyah  yang bersifat fikih ( ijtihadi ), sampai strategi dakwah dan sikap mengenai persoalan kemasyarakatan, kebangsaan, dan persoalan global. Perbedaan  khilafiyah  sejak ratusan tahun yang lalu utamanya sekitar 1912-1926 bahkan sampai kini kerap mewarnai diskusi-diskusi kecil di masjid, musala, surau, warung-warung kopi, bahkan di lembaga persekolahan dan madrasi. Perbedaan  qunut  Salat Subuh, azan dua kali dalam penyelenggaraan Salat Jumat, bacaan  ushalli  dalam salat,  mitoni  dan  ngapati  dalam kehamilan, perbedaan rakaat Salat Tarawih sampai tahlil,  manaqib  hingga ziarah kubur. Sikap NU yang adaptif terhadap budaya di masyarakat sering dituduh sebagai  ahli tahayul

NASKAH KHOTBAH ‘IDUL ADHA 1438 H DI LAPANGAN KRIDA SAKTI KEBONDALEM KIDUL

Oleh: Muh. Hafidz Akbar, Lc الحمد لله حمدًا طيبًا كثيرًا مباركًا فيه، لا نحصي ثناء عليه كما أثنى هو على نفسه، أبهج بالعيد نفوسَنا، وشرع لنا أضحيَّتَنا، وأكْمل لنا ديننا، وأتمَّ نعمته علينا، ودفَع السوء عنا، ومن كل خير أنالنا، هو ربُّنا ومالكنا ومعبودنا، نواصينا بيده، ماضٍ فينا حكمه، عدلٌ فينا قضاؤه، لا إله إلا هو الرحمن الرحيم. الحمد لله نحمده ونشكره، ونتوب إليه ونستغفره، يجزي على الحمد حمدًا وفضلاً، ويكافئ على الشكر زيادة وبِرًّا، ويدفع بالاستغفار عقوبةً ويغفر ذنبًا، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، عمَّ فضلُه العالمين، ووسع إحسانُه الخلقَ أجمعين، وكتب رحمتَه للمؤمنين، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، أنار الله - تعالى - به الطريق للسالكين، ورفع ذِكره في العالمين، وجعله حُجةً على العباد أجمعين، صلى الله وسلم وبارك عليه وعلى آله وأصحابه السادة المتقين، والغر الميامين، وعلى التابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين. الله أكبر، كم من داعٍ بالأمس قد استجيب! والله أكبر، كم من واقفٍ بعرفة قد قُبِل! والله أكبر، كم من حاجٍّ خرج من ذنوبه كيومَ ولدتْه أمُّه! والله أكبر، كم يراق في هذا